Sejarah Kota Padang @ 11 Jan 2019
Padang
Kota Padang adalah kota terbesar di pantai barat Pulau Sumatera sekaligus ibu kota dari provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kota ini merupakan pintu gerbang barat Indonesia dari Samudra Hindia. Wilayah administratifnya memiliki luas 694,96 km² dengan kondisi geografi berbatasan dengan laut dan dikelilingi perbukitan dengan ketinggian mencapai 1.853 mdpl. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2017, kota ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 927.168 jiwa. Padang merupakan kota inti dari pengembangan wilayah metropolitan Palapa.

Sejarah Kota Padang tidak terlepas dari peranannya sebagai kawasan rantau Minangkabau, yang berawal dari perkampungan nelayan di muara Batang Arau lalu berkembang menjadi bandar pelabuhan yang ramai setelah masuknya Belanda di bawah bendera Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Hari jadi kota ini ditetapkan pada 7 Agustus 1669, yang merupakan hari terjadinya pergolakan masyarakat Pauh dan Koto Tangah melawan monopoli VOC. Selama penjajahan Belanda, kota ini menjadi pusat perdagangan emas, teh, kopi, dan rempah-rempah. Memasuki abad ke-20, ekspor batu bara dan semen mulai dilakukan melalui Pelabuhan Teluk Bayur. Saat ini, infrastruktur Kota Padang telah dilengkapi oleh Bandar Udara Internasional Minangkabau, serta jalur kereta api yang terhubung dengan kota lain di Sumatera Barat.

Sentra perniagaan kota ini berada di Pasar Raya Padang, dan didukung oleh sejumlah pusat perbelanjaan modern dan 16 pasar tradisional. Padang merupakan salah satu pusat pendidikan terkemuka di luar Pulau Jawa, ditopang dengan keberadaan puluhan perguruan tinggi, termasuk tiga universitas negeri. Sebagai kota seni dan budaya, Padang dikenal dengan legenda Malin Kundang dan Sitti Nurbaya, dan setiap tahunnya menyelenggarakan berbagai festival untuk menunjang sektor kepariwisataan. Di kalangan masyarakat Indonesia, nama kota ini umumnya diasosiasikan dengan etnis Minangkabau dan masakan khas mereka yang umumnya dikenal sebagai masakan Padang.

Sejarah
Tidak ada data yang pasti siapa yang memberi nama kota ini Padang. Diperkirakan kota ini pada awalnya berupa sebuah lapangan atau dataran yang sangat luas sehingga dinamakan Padang. Dalam bahasa Minang, kata padang juga dapat bermaksud pedang.

Menurut tambo setempat, kawasan kota ini dahulunya merupakan bagian dari kawasan rantau yang didirikan oleh para perantau Minangkabau dari Dataran Tinggi Minangkabau (darek). Tempat permukiman pertama mereka adalah perkampungan di pinggiran selatan Batang Arau di tempat yang sekarang bernama Seberang Padang. Kampung-kampang baru kemudian dibuka ke arah utara permukiman awal tersebut, yang semuanya termasuk Kenagarian Padang dalam adat Nan Dalapan Suku; yaitu suku-suku Sumagek (Chaniago Sumagek), Mandaliko (Chaniago Mandaliko), Panyalai (Chaniago Panyalai), dan Jambak dari Kelarasan Bodhi-Chaniago, serta Sikumbang (Tanjung Sikumbang), Balai Mansiang (Tanjung Balai-Mansiang), Koto (Tanjung Piliang), dan Malayu dari Kelarasan Koto-Piliang. Terdapat pula pendatang dari rantau pesisir lainnya, yaitu dari Painan, Pasaman, dan Tarusan.

Seperti kawasan rantau Minangkabau lainnya, pada awalnya kawasan sepanjang pesisir barat Sumatera berada di bawah pengaruh Kerajaan Pagaruyung. Namun, pada awal abad ke-17 kawasan ini telah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh. Kehadiran bangsa asing di Kota Padang diawali dengan kunjungan pelaut Inggris pada tahun 1649. Kota ini kemudian mulai berkembang sejak kehadiran bangsa Belanda di bawah Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada tahun 1663, yang diiringi dengan migrasi penduduk Minangkabau dari kawasan luhak.

Selain memiliki muara yang bagus, VOC tertarik membangun pelabuhan dan permukiman baru di pesisir barat Sumatera untuk memudahkan akses perdagangan dengan kawasan pedalaman Minangkabau. Selanjutnya pada tahun 1668, VOC berhasil mengusir pengaruh Kesultanan Aceh dan menanamkan pengaruhnya di sepanjang pantai barat Sumatera, sebagaimana diketahui dari surat Regent Jacob Pits kepada Raja Pagaruyung yang berisi permintaan dilakukannya hubungan dagang kembali dan mendistribusikan emas ke kota ini. VOC berhasil mengembangkan Kota Padang dari perkampungan nelayan menjadi kota metropolitan pada abad ke-17. Padang menjadi kota pelabuhan yang ramai bagi perdagangan emas, teh, kopi, dan rempah-rempah. Dalam perkembangan selanjutnya, pada 7 Agustus 1669 terjadi pergolakan masyarakat Pauh dan Koto Tangah melawan monopoli VOC. Meski dapat diredam oleh VOC, peristiwa tersebut kemudian diabadikan sebagai tahun lahir Kota Padang


Beberapa bangsa Eropa silih berganti mengambil alih kekuasaan di Kota Padang. Pada tahun 1781, akibat rentetan Perang Inggris-Belanda Keempat, Inggris berhasil menguasai kota ini. Namun, setelah ditandatanganinya Perjanjian Paris pada tahun 1784 kota ini dikembalikan kepada VOC. Pada tahun 1793 kota ini sempat dijarah dan dikuasai oleh seorang bajak laut Perancis yang bermarkas di Mauritius bernama François Thomas Le Même, yang keberhasilannya diapresiasi oleh pemerintah Perancis waktu itu dengan memberikannya penghargaan. Kemudian pada tahun 1795, Kota Padang kembali diambil alih oleh Inggris. Namun, setelah peperangan era Napoleon, pada tahun 1819 Belanda mengklaim kembali kawasan ini yang kemudian dikukuhkan melalui Traktat London, yang ditandatangani pada 17 Maret 1824.
Lambang Kota Padang zaman Hindia Belanda, diadopsi tahun 1926.

Pada tahun 1837, pemerintah Hindia Belanda menjadikan Padang sebagai pusat pemerintahan wilayah Pesisir Barat Sumatera (Sumatra's Westkust) yang wilayahnya meliputi Sumatera Barat dan Tapanuli sekarang. Selanjutnya kota ini menjadi daerah gemeente sejak 1 April 1906 setelah keluarnya ordonansi (STAL 1906 No.151) pada 1 Maret 1906. Hingga Perang Dunia II, Padang merupakan salah satu dari lima kota pelabuhan terbesar di Indonesia, selain Jakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar.

Menjelang masuknya tentara Jepang pada 17 Maret 1942, Kota Padang ditinggalkan begitu saja oleh Belanda karena kepanikan mereka. Pada saat bersamaan Soekarno sempat tertahan di kota ini karena pihak Belanda waktu itu ingin membawanya turut serta melarikan diri ke Australia. Kemudian panglima Angkatan Darat Jepang untuk Sumatera menemuinya untuk merundingkan nasib Indonesia selanjutnya. Setelah Jepang dapat mengendalikan situasi, kota ini kemudian dijadikan sebagai kota administratif untuk urusan pembangunan dan pekerjaan umum.

Berita kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 baru sampai ke Kota Padang sekitar akhir bulan Agustus. Namun, pada 10 Oktober 1945 tentara Sekutu telah masuk ke Kota Padang melalui Pelabuhan Teluk Bayur, dan kemudian kota ini diduduki selama 15 bulan. Pada tanggal 9 Maret 1950, Kota Padang dikembalikan ke tangan Republik Indonesia setelah sebelumnya menjadi negara bagian Republik Indonesia Serikat (RIS) melalui surat keputusan Presiden RIS nomor 111. Kemudian, berdasarkan Undang-undang Nomor 225 tahun 1948, Gubernur Sumatera Tengah waktu itu melalui surat keputusan nomor 65/GP-50, pada 15 Agustus 1950 menetapkan Kota Padang sebagai daerah otonom. Wilayah kota diperluas, sementara status kewedanaan Padang dihapus dan urusannya pindah ke Wali kota Padang. Pada 29 Mei 1958, Gubernur Sumatera Barat melalui Surat Keputusan Nomor 1/g/PD/1958, secara de facto menetapkan Padang menjadi ibu kota provinsi Sumatera Barat, dan secara de jure pada tahun 1975, yang ditandai dengan keluarnya Undang-undang Nomor 5 tahun 1974. Pemerintah pusat kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1980, yang menetapkan perubahan batas-batas wilayah Kota Padang sebagai pemerintah daerah. Berdasarkan Rencana Jangka Panjang Menengah Nasional 2015–2019, pemerintah pusat menetapkan Kota Padang, bersama Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman untuk pengembangan wilayah metropolitan Palapa (Padang–Lubuk Alung–Pariaman).

Sumber : Wikipedia

BEST REGARD
Orion Holiday (Padang)

PT.ORION GRAHA WISATA

«We are not the first but we are the best
“kami bukan yang pertama tetapi kami adalah yang terbaik”»

News powered by CuteNews - http://cutephp.com